Antara MacBook Air dan Ketenangan
Percaya atau tidak, utang itu bikin hidup tidak tenang. Saya merasakannya sendiri, bagaimana hati saya selalu tidak tenang ketika masih memiliki utang. Meskipun sampai sekarang saya juga masih punya utang, saya tetap berusaha untuk membayarnya biar cepat terlunasi. Bulan ini setidaknya utang saya akan segera lunas.
Beberapa minggu yang lalu saya ketemuan dengan rekan kerja sama saya. Kami sudah melakukan kerja sama bertahun-tahun membangun sebuah website jualan. Dari sana, saya lumayan mendapatkan pundi-pundi uang untuk tambahan biaya hidup. Nah saat itu entah kenapa rekan kerja saya itu menawari saya untuk membeli MacBook Air. Pasalnya, saat itu saya memang lagi iseng lihat-lihat MacBook Air harga 2 juta. Walau ujungnya ternyata penjualnya itu abal-abal. Maklum lah, terlalu mencurigakan kalau MacBook Air bekas harga 2 juta. Terlalu murah dan terlalu gila.
Nah, sepertinya teman saya ini menanggapi dengan serius keisengan saya tersebut. Dia menanyakan kembali apakah saya masih membutuhkan MacBook Air buat menunjang pekerjaan saya. Secara bodoh-bodohan sih siapa yang ga mau ditalangi dulu beli MacBook Air. Tapi cara pikir saya beda. Kalau ditalangi berarti itu secara tidak langsung adalah utang. Dan utang itu kalau siang bikin malu, kalau malam bikin susah tidur.
Entah kenapa saya memang tidak bisa tenang ketika masih memiliki utang. Saya segera ingin melunasi biar lega. Utang itu ibarat keselek makanan, sebisa mungkin ditelan atau dimuntahkan. Biar ga tetap keselek. Saya sih juga seneng-seneng aja sama MacBook Air, tapi jika membayangkan ketenangan saya yang akan terusik, saya lebih memilik ketenangan. Karena ketenangan tidak bisa dibeli dengan uang, barang, atau apapun.
Beberapa minggu yang lalu saya ketemuan dengan rekan kerja sama saya. Kami sudah melakukan kerja sama bertahun-tahun membangun sebuah website jualan. Dari sana, saya lumayan mendapatkan pundi-pundi uang untuk tambahan biaya hidup. Nah saat itu entah kenapa rekan kerja saya itu menawari saya untuk membeli MacBook Air. Pasalnya, saat itu saya memang lagi iseng lihat-lihat MacBook Air harga 2 juta. Walau ujungnya ternyata penjualnya itu abal-abal. Maklum lah, terlalu mencurigakan kalau MacBook Air bekas harga 2 juta. Terlalu murah dan terlalu gila.
Nah, sepertinya teman saya ini menanggapi dengan serius keisengan saya tersebut. Dia menanyakan kembali apakah saya masih membutuhkan MacBook Air buat menunjang pekerjaan saya. Secara bodoh-bodohan sih siapa yang ga mau ditalangi dulu beli MacBook Air. Tapi cara pikir saya beda. Kalau ditalangi berarti itu secara tidak langsung adalah utang. Dan utang itu kalau siang bikin malu, kalau malam bikin susah tidur.
Entah kenapa saya memang tidak bisa tenang ketika masih memiliki utang. Saya segera ingin melunasi biar lega. Utang itu ibarat keselek makanan, sebisa mungkin ditelan atau dimuntahkan. Biar ga tetap keselek. Saya sih juga seneng-seneng aja sama MacBook Air, tapi jika membayangkan ketenangan saya yang akan terusik, saya lebih memilik ketenangan. Karena ketenangan tidak bisa dibeli dengan uang, barang, atau apapun.
lebih baik tidak berhutang, karena hidup akan lebih tenang.. begitu ya? :D
BalasHapusbetul bang :D
HapusAntara kebutuhan dan tuntutan itu berbedakan ya, jadi bisa menyesuaikan aj degan kondisi mas.
BalasHapushmm terimkasih udah mau berbagi cerita mas, sangat menginspirasi :)
iya mas
Hapusharus menyesuaikan kondisi memang
Sudah selayaknya untuk menghindari hutang. Hidup lebih tenang jika tidak ada hutang. Apalagi jika penagih hutang itu datang siang dan malam jika telat, malah makin repot dan pusing kepala.
BalasHapusiyah gan :)
Hapusutang emang suka bikin pusing kepala :D
apa bedanya dengan macbook pro ? sama-sama mahal bikin hidup tak tenang pula, harus belajar NgEmpet. hhehehe makasih
BalasHapus